Ayat ayat Poligami



by Qurratul ‘Ain

Buat isteri2 atau bakal2 isteri, di sini aku ingin sekali berkongsi dengan kalian mengenai konsep poligami yang seharusnya diterima dengan hati terbuka (seperti janjiku dalam entri bertajuk ‘Kalau Ustazah Mau La’). Perkongsian ilmu kali ini adalah hasil tulisan Dr. Yusuf Al-Qardhawi bertajuk Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an & Sunnah, Cetakan Pertama Januari 1997, Citra Islami Press . Pintaku, bacalah dengan akal yang waras lagi rasional bersuluh iman, bukan emosi yang membutakan mata hati sehingga tak nampak apa yang indah di dalam isi.

POLIGAMI

Orang-orang Kristen dan Orientalis menjadikan tema poligami ini seakan merupakan syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam, atau salah satu perkara yang wajib, atau minimal sunnah untuk dilaksanakan. Yang demikian ini tidak benar alias penyesatan, karena dalam praktek pada umumnya seorang Muslim itu menikah dengan satu isteri yang menjadi penentram dan penghibur hatinya, pendidik dalam rumah tangganya dan tempat untuk menumpahkan isi hatinya. Dengan demikian terciptalah suasana tenang, mawaddah dan rahmah, yang merupakan sendi-sendi kehidupan suami isteri menurut pandangan Al Qur’an.

Oleh karena itu ulama mengatakan, “Dimakruhkan bagi orang yang mempunyai satu isteri yang mampu memelihara dan mencukupi kebutuhannya, lalu dia menikah lagi. Karena hal itu membuka peluang bagi dirinya untuk melakukan sesuatu yang haram.

Allah berfirman:

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung..” (An-Nisa’: 129)

Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang mempunnyai dua isteri, kemudian lebih mencintai kepada salah satu di antara keduanya maka ia datang pada hari kiamat sedangkan tubuhnya miring sebelah. ” (HR. Al Khamsah)

Adapun orang yang lemah (tidak mampu) untuk mencari nafkah kepada isterinya yang kedua atau khawatir dirinya tidak bisa berlaku adil di antara kedua isterinya, maka haram baginya untuk menikah lagi, Allah SWT berfirman,

“Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja…” (An-Nisa’: 3)

Apabila yang utama di dalam masalah pernikahan adalah cukup dengan satu isteri karena menjaga ketergelinciran, dan karena takut dari kepayahan di dunia dan siksaan di akhirat, maka sesungguhnya di sana ada pertimbangan-pertimbangan yang manusiawi, baik secara individu ataupun dalam skala masyarakat sebagaimana yang kami jelaskan. Islam memperbolehkan bagi seorang Muslim untuk menikah lebih dari satu (berpoligami), karena Islam adalah agama yang sesuai dengan fithrah yang bersih, dan memberikan penyelesaian yang realistis dan baik tanpa harus lari dari permasalahan.

Poligami pada Ummat Masa Lalu dan Pada Zaman Islam

Sebagian orang berbicara tentang poligami, seakan-akan Islam merupakan yang pertama kali mensyari’atkan itu. Ini adalah suatu kebodohan dari mereka atau pura-pura tidak tahu tentang sejarah. Sesungguhnya banyak dari ummat dan agama-agama sebelum Islam yang memperbolehkan menikah dengan lebih dari satu wanita, bahkan mencapai berpulah-puluh orang atau lebih, tak ada persyaratan dan tanpa ikatan apa pun.

Di dalam Injil Perjanjian Lama diceritakan bahwa Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman mempunyai beratus ratus orang isteri.

Ketika Islam datang, maka dia meletakkan beberapa persyaratan untuk bolehnya berpoligami, antara lain dari segi jumlah adalah maksimal empat. Sehingga ketika Ghailan bin Salamah masuk Islam sedang ia memiliki sepuluh isteri, maka Nabi SAW bersabda kepadanya, “Pilihlah dari sepuluh itu empat dan ceraikanlah sisanya.” Demikian juga berlaku pada orang yang masuk Islam yang isterinya delapan atau lima, maka Nabi SAW juga memerintahkan kepadanya untuk menahan empat saja.

Adapun pernikahan Rasulullah SAW dengan sembilan wanita ini merupakan kekhususan yang Allah berikan kepadanya, karena kebutuhan dakwah ketika hidupnya dan kebutuhan ummat terhadap mereka setelah beiau wafat, dan sebagian besar dari usia hidupnya bersama satu isteri.

Adil Merupakan Syarat Poligami

Adapun syarat yang diletakkan oleh Islam untuk bolehnya berpoligami adalah kepercayaan seorang Muslim pada dirinya untuk bisa berlaku adil di antara para isterinya, dalam masalah makan, minum, berpakaian, tempat tinggal, menginap dan nafkah. Maka barangsiapa yang tidak yakin terhadap dirinya atau kemampuannya untuk memenuhi hak-hak tersebut dengan adil, maka diharamkan baginya untuk menikah lebih dari satu. Allah berfirman:

“Jika kamu takut berlaku tidak adil maka cukuplah satu isteri” (An-Nisa’:3)

Kecenderungan yang diperingatkan di dalam hadits ini adalah penyimpangan terhadap hak-hak isteri, bukan adil dalam arti kecenderungan hati, karena hal itu termasuk keadilan yang tidak mungkin dimiliki manusia dan dimaafkan oleh Allah.

Allah SWT berfirman:

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isten(mu), walaupun

kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu

cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (An-Nisa’: 129)

Oleh karena itu, Rasulullah SAW menggilir isterinya dengan adil, beliau selalu berdoa, “Ya Allah inilah penggiliranku (pembagianku) sesuai dengan kemampuanku, maka janganlah Engkau mencelaku terhadap apa-apa yang Engkau miliki dan yang tidak saya miliki.” Maksud dari doa ini adalah kemampuan untuk bersikap adil di dalam kecenderungan hati kepada salah seorang isteri Nabi.

Rasulullah SAW apabila hendak bepergian membuat undian untuk isterinya, mana yang bagiannya keluar itulah yang pergi bersama beliau. Beliau melakukan itu untuk menghindari keresahan hati isteri-isterinya dan untuk memperoleh kepuasan mereka.

Hikmah Diperbolehkannya Poligami

Sesungguhnya Islam adalah risalah terakhir yang datang dengan syari’at yang bersifat umum dan abadi. Yang berlaku spanjang masa, untuk seluruh manusia.

Sesungguhnya Islam tidak membuat aturan untuk orang yang tinggal di kota sementara melupakan orang yang tinggal di desa, tidak pula untuk masyarakat yang tinggal di iklim yang dingin, sementara melupakan masyarakat yang tinggal di iklim yang panas. Islam tidak pula membuat aturan untuk masa tertentu, sementara mengabaikan masa-masa dan generasi yang lainnya. Sesungguhnya ia memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat.

Ada manusia yang kuat keinginannya untuk mempunyai keturunan, akan tetapi ia dikaruniai rezki isteri yang tidak beranak (mandul) karena sakit atau sebab lainnya. Apakah tidak lebih mulia bagi seorang isteri dan lebih utama bagi suami untuk menikah lagi dengan orang yang disenangi untuk memperoleh keinginan tersebut dengan tetap memelihara isteri yang pertama dan memenuhi hak-haknya.

Ada juga di antara kaum lelaki yang kuat keinginannya dan kuat syahwatnya, akan tetapi ia dikaruniai isteri yang dingin keinginannya terhadap laki-laki karena sakit atau masa haidnya terlalu lama dan sebab-sebab lainnya. Sementara lelaki itu tidak tahan dalam waktu lama tanpa wanita. Apakah tidak sebaiknya diperbolehkan untuk menikah dengan wanita yang halal daripada harus berkencan dengan sahabatnya atau daripada harus mencerai yang pertama.

Selain itu jumlah wanita terbukti lebih banyak daripada jumlah pria, terutama setelah terjadi peperangan yang memakan banyak korban dari kaum laki-laki dan para pemuda. Maka di sinilah letak kemaslahatan sosial dan kemaslahatan bagi kaum wanita itu sendiri. Yaitu untuk menjadi bersaudara dalam naungan sebuah rumah tangga, daripada usianya habis tanpa merasakan hidup berumah tangga, merasakan ketentraman, cinta kasih dan pemeliharaan, serta nikmatnya menjadi seorang ibu. Karena panggilan fithrah di tengah-tengah kehidupan berumah tangga selalu mengajak ke arah itu.

Sesungguhnya ini adalah salah satu dari tiga pilihan yang terpampang di hadapan para wanita yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah kaum laki-laki. Tiga pilihan itu adalah:

1. Menghabiskan usianya dalam kepahitan karena tidak pernah merasakan kehidupan berkeluarga dan menjadi ibu.

2. Menjadi bebas (melacur, untuk menjadi umpan dan permainan kaum laki-laki yang rusak). Muncullah pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya anak-anak haram, anak-anak temuan yang kehilangan hak-hak secara materi dan moral, sehingga menjadi beban sosial bagi masyarakat.

3. Dinikahi secara baik-baik oleh lelaki yang mampu untuk memberikan nafkah dan mampu memelihara dirinya, sebagai istri kedua, ketiga atau keempat.

Tidak diragukan bahwa cara yang ketiga inilah yang adil dan paling baik serta merupakan obat yang mujarab. Inilah hukum Islam. Allah berfirman:

“Dan hukum siapakah yang lehih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (Al Maidah: 50)

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

4 Responses to Ayat ayat Poligami

  1. Muhammad andik berkata:

    Tidak ada manusia didunia yang bisa berlaku adil (kecuali Nabi). itu sebab nya Al Qur’an mengatakan jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil, maka (kawinilah) seorang saja. dalam arti hanya seorang Nabi yang mempunyai hak istimewa untuk menikah lebih dari satu . jika kamu bertanya kepada hati nurani mu apa kamu bisa berlaku adil ? pasti jawabanya TIDAK .karena kalu seseorang bisa berlaku adil ia sudah menyetarai seorang Nabi .Padahal jelas tertulis bahwa Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad .Maslahnya sekarang banyak orang yang tidak adil tapi tidak takut untuk dirinya bila berbuat tidak adil.Padahal bila didunia ini ada orang yang bisa berlaku adil belum tentu dia akan berani menyatakan dirinya akan adil untuk hari esok .

  2. Mohamed Ashik berkata:

    Tiada semua kaum lelaki yang ingin berpoligami. Ada lelaki yang kegemarannya membawa burung peliharaannya ke dalam taman bunga pada awal waktu pagi, kerana itu menghiburkan hatinya. Ada lelaki yang lebih suka bermain golf, sebagai hobinya. Ada lelaki lebih gemar ke gym untuk bersenam. Ada lelaki yang gemar pergi memancing ikan. Ada lelaki yang suka berperahu layar. Keinginannya untuk berpoligami tidak ke situ. Jadi jangan sekali-kali 100 peratus menuduh kaum lelaki suka berpoligami. Para suami yang berpoligami, kadang-kadang merupakan kerja Tuhan, yang mahu menyelamatkan kaum wanita yang bermasaalah dan perlu tempat bergantung. Mungkin dialog Tuhan ada yang begini: Fulan, anak-anak kamu semua sudah dewasa dan telah berumahtangga ada keluarga sendiri. Sekarang ini, ambillah satu keluarga yang ini, kerana bapanya uzur dan punya adik kurang upaya. Oleh kerana rasa simpatinya, si Fulan bernikah lagi mengambil wanita yang keseorangan terpaksa menanggung ayah dan seorang adik. Jadi mungkin berpoligaminya suami semacam ini, mungkin kehendaknya tapi telah diatur oleh Tuhan. Sedang si isteri pula mungkin bertanya dalam hati, mengapa sebegitu ramainya kaum wanita mengapa aku yang terpaksa bermadu? Si isteri tidak berfikir sama sekali, mungkin dirinya merupakan hamba Allah yang terpilih, untuk dimadukan. Si isteri tadi harus redha dengan ketentuan Tuhan yang memilih dirinya untuk dijadikan ujian. Begitulah halnya, manusia harus berfikir bahawa sesuatu yang dijadikan oleh ALLAH, mesti ada sebabnya, semata-mata untuk menguji sikap manusia, sama ada redha atau tidak dengan ketentuan Allah. Apabila Allah menghendaki sesuatu itu terjadi, pasti terjadi. Tetapi jika sesuatu yang Allah tidak ingin berlaku, maka tidak akan berlaku. Wallahuaklam.

  3. isa widodo berkata:

    subhanallah….benar sekali Mohamed Ashik

Tinggalkan komen